Hal-Hal yang Perlu Dipersiapkan Para Pihak Sebelum Memulai Joint Venture
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Joint Venture merupakan istilah untuk usaha gabungan antar dua/lebih perusahaan untuk mendirikan suatu usaha bersama, baik dengan mendirikan suatu perusahaan baru atau menggunakan perusahaan yang sudah ada. Manfaat atau keuntungan dari didirikannya joint venture cukup beragam, diantaranya: a. Meningkatkan modal dan sumber daya lainnya karena ada para pihak yang masing-masing memasukkan modal dan kebutuhan sumber daya lainnya; b. Ada transfer teknologi antar para pihak; c. Meminimalisir risiko yang perlu ditanggung seandainya hanya dijalankan oleh salah satu pihak; d. Memungkinkan skala usaha untuk berkembang hingga ke ranah global dengan permodalan dan sumber daya yang ada.
Dalam peraturan perundang-undangan, belum dikenal istilah joint venture dan belum ada ketentuan atau peraturan khusus yang mengatur mengenai ini. Istilah yang dikenal adalah “usaha patungan” dan dapat ditemukan dalam Pasal 1 UU No. 25 Tahun 2007 yang berbunyi:
“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”
Selain itu istilah ”usaha patungan’ juga dapat ditemukan dalam Pasal 2 PP No. 20 Tahun 1994 sebagaimana diubah PP No. 83 Tahun 2001 yang berbunyi: “Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk: a. Patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau b. Langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan/atau badan hukum asing”
Meskipun usaha patungan hanya disebut dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 25 Tahun 2007 dan Pasal 2 PP No 20 Tahun 1994 yang mengatur mengenai penanaman modal asing, bukan berarti penanaman modal dalam negeri tidak dapat membentuk joint venture. Sehingga demikian, usaha patungan terbagi menjadi dua jenis, yaitu patungan antara modal asing dan modal dalam negeri serta patungan antara modal dalam negri saja.
Secara formil, tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai prosedur penyusunan joint venture agreement (JVA), namun dalam praktiknya, prosedur penyusunan JVA adalah sebagai berikut: 1. Persiapan atau feasibility study; 2. Diskusi dan negosiasi (structuring); 3. Membuat Non-Disclosure Agreement; 4. Menyusun klausula-klausula yang telah disepakati dalam non-binding agreement (mis. MoU); 5. Uji tuntas (Due Dilligence); 6. Negosiasi dan penandatanganan JVA; 7. Pendirian perusahaan (memerhatikan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas); 8. Pemenuhan kewajiban setelah penandatanganan JVA.
Substansi yang harus diperhatikan dalam JVA yaitu: 1. Struktur modal 2. Bisnis/tujuan perusahaan patungan 3. Sumber pembiayaan perusahaan patungan 4. Manajemen dan struktur perusahaan patungan 5. Rapat umum pemegang saham 6. Pembagian keuntungan dan kerugian serta dividen 7. Pengalihan hak atas saham 8. Jangka waktu pengakhiran 9. Hukum yang berlaku serta penyelesaian sengketa 10. Penerapan pasal kerahasiaan 11. Pengalihan hak dan kewajiban kepada pihak lain atau pihak ketiga
Aspek yang juga perlu diperhatikan dalam pencantuman klausul dalam JVA: 1. Kerahasiaan Informasi 2. Ketentuan Pengalihan Hak dan Kewajiban 3. Ketentuan Put or Call Option sebelum JVA Put option merupakan suatu opsi dimana pemegang saham memiliki hak untuk menjual sahamnya kepada pemegang saham lainnya. Sedangkan call option merupakan suatu opsi dimana pemegang saham memiliki hak membeli saham dari pemegang saham lainnya. 4. Ketentuan Non-Competition Ketentuan ini berisi prinsip larangan bagi para pemegang saham untuk terlibat atau melakukan kegiatan usaha yang bersaing dengan kegiatan perusahaan JVA. 5. Aspek Reserved Matters Klausul yang mengatur kewajiban terkait ambang batas persetujuan pemegang saham oleh direksi dalam suatu kegiatan perusahaan. 6. Aspek Drag/Tag Along Drag along merupakan hak pemegang saham untuk ikut menjual kepemilikannya bersama dengan dijualnya saham milik pemegang mayoritas kepada pihak ketiga. Sementara, tag along merupakan hak pemegang saham yang mengharuskan pemegang saham lainnya untuk menjual saham dalam waktu dan harga per saham yang sama, apabila ada pihak ketiga yang hendak membeli seluruh saham perusahaan. 7. Aspek Hak Kekayaan Intelektual Aspek ini umumnya diperlukan untuk sektor industri atau manufaktur.
Beberapa dokumen yang perlu diperhatikan pada saat mendirikan perusahaan joint venture mencakup: 1. Share Purchase Agreement (Perjanjian Jual Beli Saham) dan/atau Share Subscribe Agreement (Perjanjian Pengambilan Saham) Dokumen ini penting apabila joint venture dilakukan dengan penanaman modal pada perusahaan yang sudah ada sebelumnya. Pada dasarnya, kedua dokumen ini merupakan dokumen perolehan saham investor. Perbedaannya, pada SPA, saham diperoleh melalui jual beli dengan pemegang saham. Pada SSA, saham diperoleh melalui pengambilan bagian atas saham baru yang diterbitkan oleh Perusahaan. Dokumen ini menjadi penting untuk membuktikan adanya peralihan saham pada perusahaan yang hendak melakukan usaha patungan. 2. Shareholders Agreement Berisi kesepakatan antara para pemegang saham usaha patungan mengenai hak dan kewajiban, hubungan di antara pemegang saham, exit clause (cara pemegang saham dapat keluar dari perusahaan), penyelesaian perselisihan, pengoperasian perusahaan. SHA ditandatangani setelah status pemegang saham diperoleh, baik pada usaha patungan yang dilakukan di perusahaan yang telah ada sebelumnya ataupun pada perusahaan baru. 3. Joint Venture Agreement Berisi hak dan kewajiban dari para pemegang saham dan mengatur hubungan antar pemegang saham sebelum perusahaan patungan didirikan. Maka dari itu, dokumen ini ditandatangani sebelum terbentuknya usaha patungan. Isi dari JVA mirip dengan SHA.
Setelah menyepakati JVA, para perusahaan yang berpatungan dapat membentuk JVC dengan mengikuti prosedur pembentukan PT sesuai UU No. 40 Tahun 2007. Perusahaan joint venture memang umumnya berbentuk PT, walaupun tidak ada kewajiban bagi usaha patungan antar pemodal dalam negri untuk membentuk PT. Yang membedakan JVC dengan PT lainnya adalah: 1. Ada restriksi masuknya pihak lain dalam perusahaan yang dapat disepakati oleh perusahaan yang berpatungan 2. Para pemegang saham dalam JVC bersifat “bekerja sama” dengan kewajiban masing-masing yang telah diatur dalam SHA. Hal ini berbeda dengan pemegang saham pada umumnya yang tidak semuanya memiliki kewajiban dalam berperan aktif terhadap bisnis perusahaan. 3. Adanya penggabungan aspek dari masing-masing perusahaan yang berpatungan, baik sumber daya manusia, keuangan, maupun keahlian. Karakteristik ini dapat ditemukan juga dalam restrukturisasi merger, namun perbedaan yang mencolok adalah bahwa merger menggabungkan dua/lebih perusahaan, sementara JVC adalah dua/lebih perusahaan yang membentuk entitas perusahaan baru.