Penyelesaian Masalah dalam Perselisihan Hubungan Industrial
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Corporate & Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UUPPHI), Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Melalui pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sengketa-sengketa yang terjadi antara pengusaha dan pekerja akan dikenal dengan istilah perselisihan hubungan industrial. Pengertian tersebut juga menunjukkan bentuk-bentuk perselisihan yang dapat terjadi di dalam PHI adalah: 1. Perselisihan hak 2. Perselisihan kepentingan 3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja 4. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
Langkah penyelesaian permasalahan yang terjadi pada PHI adalah: 1. Perundingan Bipartit Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha secara musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Perundingan bipartit harus diselesaikan maksimal 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUPHI. Jika perundingan gagal akibat salah satu pihak menolak berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak tercapai kesepakatan maka perundingan dianggap gagal.
Dalam hal perundingan yang dilaksanakan mencapai kesepakatan penyelesaian maka akan dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan nantinya akan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UUPHI. Perjanjian yang ditandatangani ini akan bersifat mengikat dan menjadi hukum sehingga wajib untuk dilaksanakan para pihak terkait.
2. Perundingan Tripartit Perundingan Tripartit akan dilaksanakan setelah perundingan bipartit telah dinyatakan gagal. Perundingan tripartit merupakan perundingan antara pekerja dengan pengusaha yang melibatkan pihak ketiga sebagai fasilitator dalam penyelesaian PHI. Perundingan ini bisa dilakukan melalui 3 (tiga) cara, yaitu: A. Mediasi Berdasarkan Pasal 8 UUPPHI, penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilaksanakan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Pasal 13 UUPPHI, Jika dalam mediasi telah tercapai kesepakatan maka akan dibuat suatu Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan mediator. Perjanjian ini nantinya akan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapat akta bukti pendaftaran.
Jika mediasi yang dilakukan tidak mencapai kesepakatan maka mediator akan memberikan anjuran secara tertulis bagi para pihak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak mediasi. Selanjutnya mediator dan para pihak juga harus memberikan jawaban tertulis kepada mediator yang berisi menyetujui atau menolak anjuran tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UUPHI.
B. Konsiliasi Konsiliasi merupakan penyelesaian yang dilaksanakan dengan bantuan konsiliator yang netral dan terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UUPPHI. Berdasarkan Pasal 18 UUPHI, para pihak wajib untuk mengajukan terlebih dahulu permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak.
Berdasarkan Pasal 23 UUPHI, jika konsiliasi mencapai kesepakatan penyelesaian maka wajib dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Berdasarkan Pasal 23 U UPHI, jika penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi tidak tercapai maka dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja akan dikeluarkan anjuran tertulis oleh konsiliator. Setelah diberikan anjuran tertulis, para pihak harus memberi jawaban tertulis kepada konsiliator maksimal 10 (sepuluh) hari kerja. Anjuran tertulis yang diterima oleh para pihak akan dibuat menjadi Perjanjian Bersama dengan bantuan konsiliator selama paling lama 3 (tiga) hari kerja.
C. Arbitrase Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh yang hanya dalam satu perusahaan. Berdasarkan Pasal 32 UUPHI, penyelesaian PHI melalui arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih sehingga para pihak akan membuat kesepakatan secara tertulis dalam surat perjanjian arbitrase yang dibuat dalam 3 (tiga) rangkap dan masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) rangkap yang mempunyai kekuatan hukum yang sama. Hal yang harus ada dalam surat perjanjian arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UUPPHI adalah: a. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih; b. Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbitrase untuk diselesaikan dan diambil putusan; c. Jumlah arbiter yang disepakati; d. Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase; dan e. Tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang berselisih.
Berdasarkan Pasal 33 UUPHI, para pihak yang telah menandatangani surat perjanjian arbitrase memiliki hak untuk dapat memilih arbiter dari daftar arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri. Selain itu para pihak dapat menunjuk arbiter Tunggal atau beberapa majelis dalam jumlah gasal maksimal 3 (tiga) orang.
Arbitrase wajib untuk diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penunjukan arbiter yang dapat diperpanjang paling lambat 1 x 14 hari kerja atas kesepakatan para pihak. Proses penyelesaiannya akan dimulai dengan terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang akan dibuatnya akta perdamaian jika terjadi kesepakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 UUPPHI.
Jika upaya perdamaian gagal, arbiter atau majelis arbiter akan meneruskan kepada sidang arbitrase dimana dalam sidangnya para pihak diberikan kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis maupun lisan pendirian atau argumen masing-masing serta mengajukan bukti dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbiter sebagaiman diatur dalam Pasal 45 UUPPHI.
Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap. Putusan arbitrase nantinya akan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri di wilayah arbiter. Apabila tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan fiat eksekusi ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 51 UUPPHI.
3. Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial Gugatan pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dapat diajukan setelah penyelesaian di luar pengadilan gagal mencapai kesepakatan. Hal ini menjadi wajib karena jika gugatan diajukan tanpa dilampiri hasil mediasi/konsiliasi, PHI akan mengembalikan gugatan pada penggugat. Pekerja/buruh yang hendak mengajukan gugatan dapat mengajukannya pada Pengadilan Negeri yang berada pada daerah hukum tempat yang bersangkutan bekerja. Namun perlu diperhatikan, bahwa buruh hanya memiliki tenggang waktu 1 (satu) tahun untuk mengajukan gugatan sejak diterimanya keputusan dari pihak pengusaha.
Adapun perkara yang dapat diperiksa oleh PHI menurut Pasal 56 UUPPHI adalah di tingkat pertama mengenai perselisihan hak dan pemutusan kerja, serta di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan. Bagi pekerja/buruh yang hendak mengajukan gugatan perlu melampirkan dokumen berikut: a. Risalah mediasi/konsiliasi b. Surat gugatan c. Surat kuasa d. Dokumen identitas pekerja e. Surat tugas dari perusahaan tempat buruh bekerja/sebelumnya bekerja