Mengenal Pengaturan Pendanaan Kembali Dalam Sektor Perbankan (Understanding Refinancing Arrangements in Banking Sector)
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to Banking, Corporate and Commercial legal matters, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id
Refinancing atau Pendanaan kembali merupakan suatu kegiatan pendanaan ulang yang dilakukan dengan mengajukan pinjaman baru untuk menggantikan pinjaman lama. Hal ini bertujuan agar penerima dana mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan mendapatkan kondisi pinjaman yang lebih baik. Beberapa produk refinancing dalam sektor perbankan yang dikenal masyarakat luas adalah refinancing rumah, mobil atau kartu kredit. Refinancing memiliki manfaat dalam hal pengurangan biaya bunga, mengubah waktu pinjaman, dan pengurangan beban cicilan.
Dalam konteks perusahaan, refinancing dapat dilakukan karena beberapa hal, seperti hendak menerbitkan surat utang baru, membiayai proyek investasi baru, mendapatkan dana untuk beroperasi ketika sedang berada pada periode pendapatan rendah, maupun untuk membiayai kembali utang yang ada. Terdapat pula praktik refinancing dengan penerbitan obligasi untuk mengatasi tanggungan utang yang segera jatuh tempo. Salah satu contoh refinancing perusahaan adalah fasilitas kredit sindikasi yang diterima oleh PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR) dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) senilai Rp. 6 triliun yang digunakan untuk refinancing utang senior senilai USD 845 juta pada tahun 2023.
Jenis-jenis refinancing dalam dunia perbankan pada umumnya terdiri atas: 1. Rate & term refinancing Merupakan kegiatan untuk mengganti pinjaman yang lama dengan pinjaman baru dengan kondisi pinjaman yang lebih menguntungkan. 2. Cash-out refinancing Merupakan kegiatan menjual aset yang masih dalam keadaan kredit dengan harga yang lebih tinggi, di mana kemudian hasil penjualan akan digunakan untuk melunasi kredit dan sisanya menjadi keuntungan. 3. Cash-in refinancing Merupakan kegiatan melakukan kredit untuk membayar sebagian utang agar utang tersebut mendapatkan bunga angsuran yang lebih kecil. 4. Consolidation refinancing Merupakan kegiatan yang mirip dengan rate & term refinancing, namun dalam hal ini beberapa pinjaman yang lama (pada beberapa lembaga) secara sekaligus digantikan dengan satu pinjaman baru.
Di Indonesia, dasar hukum untuk kegiatan refinancing dapat ditarik mundur hingga hukum tentang perjanjian. KUHPerdata sendiri tidak mengatur secara spesifik mengenai perjanjian kredit, sehingga perjanjian kredit seringkali digolongkan pada perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata, dimana “pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.”
Berangkat dari suatu hubungan perjanjian, maka tentu saja perjanjian kredit tidak lepas dari syarat sah perjanjian yang terkandung dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu yang diperjanjikan, serta suatu sebab yang halal. Selanjutnya, refinancing yang berakar dari restrukturisasi kredit dapat ditemukan dalam beleid yang mengatur mengenai restrukturisasi kredit. Peraturan OJK No. 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum (“POJK 40/2019”) menyatakan dalam Pasal 1 angka 25 bahwa: “Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.”
Selanjutnya, beberapa cara untuk melakukan restrukturisasi kredit diuraikan dalam Penjelasan Pasal 53 POJK 40/2019 sebagai berikut: “Restrukturisasi Kredit dilakukan antara lain dengan cara: a. penurunan suku bunga Kredit; b. perpanjangan jangka waktu Kredit; c. pengurangan tunggakan bunga Kredit; d. pengurangan tunggakan pokok Kredit; e. penambahan fasilitas Kredit; dan/atau f. konversi Kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara.”
Diperoleh dari penjelasan SK Direksi BI No. 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, refinancing tampak dalam huruf e, yaitu penambahan fasilitas kredit. Meskipun SK ini telah dinyatakan tidak berlaku paska adanya beberapa peraturan baru termasuk PBI 14/15/PBI/2012 yang selanjutnya digantikan oleh POJK 40/2019, namun hanya SK inilah yang memberikan penjelasan mengenai masing-masing bentuk restrukturisasi kredit. Penambahan fasilitas kredit dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah tambahan dana pinjaman atau refinancing, baik oleh kreditor yang sama maupun oleh kreditor yang berbeda. Refinancing oleh kreditor yang sama dilakukan dengan membuat perjanjian kredit baru yang jumlah pinjamannya adalah utang lama ditambah dengan utang baru. Adapun refinancing oleh kreditor yang baru dilakukan dengan membuat perjanjian kredit baru di mana selanjutnya debitor menggunakan kredit yang diperoleh tersebut untuk melunasi utangnya kepada kreditor lama.
Pemberian refinancing sebagai restrukturisasi kredit harus pula memperhatikan persyaratan dari restrukturisasi kredit itu sendiri, yaitu bahwa debitur harus memenuhi kriteria: 1. mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit; dan 2. masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Tanpa dipenuhinya persyaratan tersebut, bank tidak diperkenankan semata-mata memberikan restrukturisasi kredit dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas kredit atau menghindari peningkatan pembentukan Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA).
Selain dalam sektor perbankan, ketentuan mengenai pembiayaan ulang atau refinancing dalam perusahaan pembiayaan juga sebelumnya sempat diatur dalam Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Dalam peraturan presiden ini, dinyatakan bahwa refinancing hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Namun, pada tahun 2020 peraturan tersebut dinyatakan tidak berlaku. Pengaturan mengenai perusahaan pembiayaan saat ini dapat mengacu kepada POJK No. 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan sebagaimana diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/POJK.05/2022. POJK ini sendiri tidak sama sekali menyinggung tentang refinancing sebagai kegiatan usaha perusahaan pembiayaan.
Sebagai suatu upaya restrukturisasi kredit dari debitur yang mengalami kredit bermasalah, tentu saja dalam menyusun perjanjian refinancing harus disertai dengan prinsip kehati-hatian. Kualitas kredit sendiri tergolong dalam beberapa kategori, yaitu kredit lancar, kredit dalam perhatian khusus, kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Untuk menjamin keamanan dari perjanjian refinancing, harus dimuat klausula-klausula yang dapat memitigasi risiko kredit bermasalah. Refinancing sebagai bentuk dari perjanjian kredit tidak terlepas dari klausula penting perjanjian kredit itu sendiri. Adapun klausula perjanjian yang penting dalam perjanjian kredit yaitu sebagai berikut. 1. Jenis penggunaan kredit, tujuan kredit; 2. Limit kredit, jangka waktu, cara pembayaran kembali, angsuran, dan persyaratan kredit lainnya; 3. Suku bunga dan biaya pengajuan kredit; 4. Representation dan warranties; 5. Agunan kredit dan asuransi barang agunan; 6. Tindakan-tindakan bank dalam rangka pengawasan dan penyelamatan kredit; 7. Risiko keterlambatan, denda pelunasan lebih awal, dan klausula wanpretasi; 8. Penyelesaian sengketa dan pilihan domisili hukum.
Pendanaan Kembali berfungsi untuk mengurangi beban kredit dan menjaga stabilitas keuangan bagi Pengguna Kredit dengan melakukan konsolidasi utang, mengurangi bunga atau mengubah tipe pendanaan. Perjanjian pendanaan kembali merupakan instrumen yang perlu dipersiapkan dan dikaji secara teliti dan karenanya Kiki Setiawan & Partners Law Office dapat membantu baik pengguna kredit atau bank untuk menyusun atau melakukan kajian atas refinancing agreement
Click DOWNLOAD PDF to read the English version of this Article