MA Resmi Larang Pengadilan Izinkan Pernikahan Beda Agama
Kiki Setiawan & Partners Law Office provides legal consultancy related to individual or family legal issues, please call us at +62 21 2963 8070 or drop us an email at mail@ksplaw.co.id.
Masyarakat sempat digegerkan dengan dikabulkannya permohonan pernikahan beda agama oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diminta pemohon JEA yang beragama Kristen untuk menikahi SW seorang muslimah. PN Jakpus mengabulkan permohonan nikah beda agama itu dengan mengeluarkan Penetapan nomor 155/Pdt.P/2023/PN.Jkt.Pst. Dengan dikabulkannya permohonan pernikahan pasangan beda agama ini maka pernikahan tersebut diizinkan untuk dicatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat.
Berdasarkan Surat Ditjen Dukcapil Kemendagri No.472.2/3315/DUKCAPIL, perkawinan beda agama dapat dicatatkan jika perkawinan antar umat agama yang berbeda telah dilaksanakan berdasarkan agama salah satu pasangan dan pasangan lain menundukkan diri kepada agama pasangannya. Namun, jika perkawinan yang dilakukan antar umat yang beragama tidak dapat dibuktikan dengan surat keterangan perkawinan agama/kepercayaan, maka perkawinan dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan.
Diperbolehkannya pernikahan beda agama tersebut didasarkan oleh Pasal 35 UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan yang sah berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan. Hal ini semakin ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400K/Pdt/1986 yang menyatakan bahwa perkawinan beda agama sah di Indonesia dengan jalan penetapan pengadilan. Dengan adanya keputusan ini maka kantor catatan sipil bisa mencatatkan perkawinan beda agama berdasarkan penetapan pengadilan.
Kenyataan lainnya menunjukkan bahwa masyarakat di Indonesia bersifat pluralistic/heterogen sehingga tidak sedikit terjadi perkawinan atau niat melaksanakan perkawinan beda agama. Hal ini membuat masyarakat beranggapan bahwa pernikahan dengan perbedaan keyakinan diperbolehkan untuk didaftarkan ke negara dan sah dimata hukum.
Namun, anggapan ini seketika sirna pada saat Mahkamah Agung secara resmi mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. Ketentuan yang menjadi pedoman bagi para hakim dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama sebagaimana diatur dalam SEMA 2/2023 adalah:
1. Perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan.
Dengan diterbitkannya SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini, maka Mahkamah Agung RI secara resmi melarang pencatatan pernikahan beda agama. Aturan ini juga menjadi jawaban atas desakan dari banyak pihak dan kalangan yang menyoroti sering dikabulkannya permohonan penetapan pernikahan beda agama yang dilakukan oleh beberapa Pengadilan Negeri di Indonesia. Diharapkan, setelah diterbitkannya SEMA Nomor 2 Tahun 2023 bisa memperjelas dan menguatkan UU Perkawinan di Indonesia serta dapat ditaati oleh seluruh masyarakat di Indonesia.